Perjalanan Hidupku (Bagian 3)

Pada bagian sebelumnya aku berbohong pada bos soal keinginanku pulang Indonesia..aku bilang sama bos aku diminta pulang Indonesia sebentar karena dapat pesan dari Indonesia ada surat warisan yang harus ku tanda tangani..bos sih tentu sangat keberatan, karena aku termasuk karyawan baru..tapi akhirnya aku di ijinkan pulang..dan gajiku yang satu bulan ku ambil semua..aku kerja disana sekitar 1,5 bulan saja..(benar-benar ngelakuin bohong itu dosa, soal satu-satunya jalan)

Saat pulang, aku diantar oleh anak buah bos yang lain pakai mobil pick up hingga perbatasan.. Kemudian di post perbatasan diminta isi formulir. Dari perbatasan mobil bis Brunei - Malaysia akan berhenti di terminal antar bangsa kota Miri, Malaysia (kota yang berbatas langsung dengan Brunei). Dari Miri aku langsung pesan tiket bus terusan Miri - Kuching - Pontianak. Perjalanan dari Miri menuju Kuching sekitar 12 jam perjalanan, sedang dari Kuching ke Pontianak sekitar 8-10 jam.
Dalam bus yang kutumpangi rata-rata adalah pekerja TKI, sebagian masa kerja habis, sebagian ijin pulang dan beberapa orang TKI kaburan dari majikan.

Namun begitu hendak memasuki lintas batas Indonesia - Malaysia di Entikong, ada razia pihak polisi Malaysia..ada beberapa yang tidak sempat membawa paspor (terutama TKI yang kabur), diminta uang damai sekitar 800ribuan/orang..
Setelah sampai perbatasan Entikong (wilayah Indonesia), lebih parah lagi, karena bertebaran banyak preman yang siap memalak setiap TKI yang antri meminta cap paspor.
Aku saja kena palak tapi untung gak banyak..mereka sih gak sampai main pukul tapi membentak dan mengancam hingga TKI ketakutan.. Benar-benar jauh bila dibanding suasana perbatasan Malaysia - Brunei..yang sepi adem ayem..

Setelah pulang Indonesia, keadaan makin susah. Saat sampai dirumah, ortu benar-benar sudah kantong kering..bayangkan untuk sekedar membeli keperluan sehari-hari saja sudah tidak ada uang lagi..bermodalkan uang beberapa puluh ribu rupiah dan uang ringgit Brunei yang ku bawa sekitar 400an ringgit, aku coba cari tempat penukaran..tapi sial karena di Sintang tidak ada Money Changer. Aku coba tukar ke bank tidak ada yang mau, tukar ke orang-orang tidak ada yang mau..akhirnya jadi putus asa dan lesu..
Besoknya secepat kilat minta kerja lagi di studio foto..untung diterima lagi, ya mungkin karena aku udah agak ngerti tentang kerjaan disana. (hanya saja semua pada kaget liat warna tubuhku yang se-hitam negro..karena jemuran di Brunei).
Begitu diterima, aku langsung pinjam duit dulu sama bos 100ribu..itu untuk biaya bus papa ke Pontianak agar bisa menukar ringgit yang ku bawa..akhirnya sukses ketukar 2jutaan..(hitung-hitung aku rugi 4jutaan pergi ke Brunei, karena biaya pergi 6 juta)..

Ya akhirnya hidup seadanya mengharap gajiku yang tidak seberapa..lalu papa coba kerja kasar kuli bangunan juga..sebenarnya kasihan juga karena beliau udah cukup tua (40an tahun)..tapi karena hidup susah mau gimana lagi..dan ini masa paling kritis yang pernah aku alami dalam hidupku...

Ok, untuk bagian ini cukup sampai di sini, next time aku cerita in lagi lanjutannya yang pernah aku alami dan bagaimana aku keluar dari krisis ekonomi yang memilukan ini :)

Bersambung...

Postingan terkait :
- perjalanan hidupku (bagian 1)
- perjalanan hidupku (bagian 2)



Add to: , , , , , , , , , , ,